titik tengah INDONESIA,

ditandai persis ditengah sebuah situs Megalitikum berupa lingkaran Batu membentuk angka Nol bernama GARUGA. Ditengah lingkaran terdapat batu yang menjadi titik pertengahan INDONESIA.

Selamat datang di Umpungeng,

Sebuah kawasan yang terjaga kemurnian alamnya sejak dulu,kini dan Isnya Allah dimasa yang akan datang. Mari kita jaga Umpungeng agar tetap menjadi sumber mata air kita bersama.

GARUGAE, symbol titik tengah INDONESIA

Lingkaran Batu yang disebut Lalebata (Garugae) merupakan situs megalitikum peninggalan sejarah Bugis.

Batu Cinta

Lubang batu yang terbentuk secara alami oleh terpaan air di pinggir sungai Batuletengnge Umpungeng.

Alam Umpungeng

Menyimpan aneka flora dan fauna yang warna warni, mari nikmati kesejukan alamnya dan jaga kelestariannya.

Kawasan pertanian

Mayoritas warga Umpungeng berprofesi sebagai Patani,sebagian besar bertani Cengkeh, sisanya menanam kopi, fanili, kemiri, pangi dan berbagai jenis umbi umbian lainnya.

Pengrajin Gula Aren?

luas areal hutan pohon aren di kawasan Umpungeng mencapai 620 ha (4% dari luas hutan) menjadikan kawasan ini sebagai sentra Gula aren.

Kus kus

Kus-kus atau orang Umpungeng menyebutnya Memu adalah hewan yang paling ramah dan juga langkah, hidup di alam liar namun jinak sama manusia.

Burung Rangkong Sulawesi

Burung Rangkong (Alo bagi orang Umpungeng)merupakan salah satu hewan endemik di Kawasan Umpungeng yang dilindungi,mari kita jaga dan lestarikan keberadaannya

Rusa Sulawesi

Rusa jenis ini hidup berkelompok dan masih bisa dijumpai di kawasan Umpungeng, hanya saja warga sering melakukan perburuan liar yang mengakibatkan Rusa Sulawesi ini terancam punah. Ayo kita lindungi!

Kawasan resapan air

Aliran 5 sungai yang bermuara pada sungai langkemme menjadi pemasok utama irigasi pertanian untuk kawasan Kabupaten Soppeng dan sekitarnya.

Aliran sungai-sungai yang sejuk dan indah

Sungainya mengalir sepanjang tahun, disepanjang sungai dipenuhi tumbuh-tumbuhan herbal yang kaya manfaat untuk obat ataupun nutrisi bagi kehidupan kita.

Hamparan bukit Umpungeng

Deretan 3 bukit menyerupai manusia yang sedang terbujur (Wuju), Inilah tanah leluhur yang hampir luput dalam sejarah.

Pesona Keindahan Air Terjun

Kejernihan dan kebersihan airnya memberi kesegaran dan kesan alam yang kuat

Donasi Pohon Aren

Ayo berpartisipasi untuk menjaga sumber mata air bersama

Pembangunan Masjid Nol Satu

Sebagai sarana ibadah ditengah kesejukan alam sekaligus sbagai simbol titik pertengahan Indonesia.

ceo

SEO Links Exchanges, Blog Link Building Service Build Your Links For Free, Links Building Service SEO Links Attitude | Free SEO Links Building Free Backlink Service, Links Building 4 Free

Rabu, 31 Desember 2014

Rumah singgah Assisumpungeng

Rumah Singgah / Guest House "Tempat menjalin Silaturrahiim"
Bagi masyarakat terpencil seperti Umpungen, kehadiran rumat transit / rumah persinggahan di ibukota sangat dibutuhkan. Keterbatasan relasi dan sanak saudara yang bisa dijadikan tempat singgah saat berada di perkotaan kerap menjadi penyebab masalah sosial. Selain bermanfaat sebagai tempat istirahat sementara, rumah transit juga menjadi tumpuan masyarakat desa untuk memperoleh informasi dan penerangan yang terkait dengan berbagai hal yang dibutuhkan didalam kota. Sebagai mana kita ketahui bahwa masyarakat pedesaan memiliki ke terbatasan dalam segala hal, hal ini berpotensi untuk menimbulkan masalah atau bahkan bahaya  yang akan mengintainya dimana pun berada di setiap sudut kota pada setiap saat.


Beberapa manfaat keberadaan Rumah Singgah:
 1. Tempat transit bagi penduduk Desa yang masuk ke kota dan masyarakat Kota yang hendak menuju ke desa.
 2. Pusat informasi dan penyuluhan bagi warga dan masyarakat umum.
 3. Rumah sementara bagi keluarga pasien apabila salah satu anggota keluarganya dirawat di Rumah Sakit Perkotaan.
 4. Tempat pembinaan dan perlindungan generasi muda pedesaan yang tengah menjalani pendidikan di perkotaan.
 5. Sebagai media penghubung antara masyarakat pedesaan dan perkotaan.

Untuk itu kami mengajak partisipasi ANDA dimana saja berada untuk turut membantu terwujudnya impian warga Umpungeng memiliki rumah tempat persinggahan di ibukota. Partisipasi dapat berupa sumbangan dana, hibah tempat atau material bangunan lainnya yang dibutuhkan. Apapun bentuk partisipasi ANDA sangat berarti bagi kami.

  

Rabu, 10 Desember 2014

Sejarah asal mula UMPUNGENG

Dahulu kala di sebuah tempat yang terletak di tepi sebelah utara Ibukota Kabupaten Bone, Hidup seorang Wali yang dikenal dengan To Manurung’E Tellang Kere Ri tete. Konon daerah tersebut kian hari kian ramai dikunjungi oleh orang-orang yang berdatangan dari berbagai penjuru. Kondisi tersebut menjadi kan lahirnya sebuah Kerajaan kecil yang kemudian dipimpin oleh To Manurung’E. Sebagai Penguasa Kerajaan Tete, beliau digelar Arung Tete.
Arung tete memiliki tujuh orang anak, Salah seorang diantaranya bernama I Besse Timo yang merupakan putri sulung yang menjadi putri kesayangan beliau. I Besse timo selain memiliki paras yang cantik rupawan juga sopan dan patuh pada orang tua.
I Besse timo semakin tumbuh dewasa layaknya gadis-gadis pada umumnya.  Suatu ketika terjadi Guntur yang amat dahsyat, bersamaan dengan kejadian tersebut I Besse Timo mengalami kejadian luar biasa. Beliau (I Besse Timo) mengalami perasaan intim yang luarbiasa  nikmatnya layaknya hubungan suami istri. Setelah kejadian tersebut I Besse Timo dinyatakan hamil tanpa diketahui siapa gerangan yang menjadi pasangannya.
Melihat putrinya hamil tanpa suami, Arung Tete sangat terkejut dan keheranan mengingat dalam keseharian putrinya tersebut hidup bersahaja dan sangat menjaga diri dari pergaulan yang terlarang. Ditengah keheranannya Arung Tete pun menanyakan prihal tersebut kepada Putrinya.  I Besse Timo pung segera menceritakan peristiwa yang dialaminya tanpa ragu. I Besse timo sangat mengenal karakter Ayahnya yang bijak dan pernuh perhatian terhadap setiap kejadian yang dialami putrinya. Dalam keadaan batin bergolak antara keinginan untuk segera mengungkap siapa gerangan laki-laki yang telah berbuat demikian dengan putrinya dengan perasaan kasih sayang terhadap putri yang disayanginya tersebut, Arung tete memutuskan agar putrinyalah yang harus menemukan sendiri laki-laki yang telah menghamilinya itu. Arung Tete menyuruh putrinya I Besse Timo untuk pergi mencari laki-laki siapa gerangan ayah anak yang dikandungnya.  Dengan berat hati Arung Tete mengantar putrinya sampai ke tepian sungai yang bernama sungai Tete. Dengan perasaan haru Arung Tete memberikan perbekalan secukupnya kepada putri kesayangannya berupa seikat padi dan sebutir telur yang telah dierami oleh induknya. Namun telur itu tidak diserahkan kepada I Besse Timo melainkan dihanyutkan ke Sungai Tete sebagai petunjuk jalan. Arung Tete kemudian menyuruh putrinya mengikuti telur itu kemana pun ia pergi. Anehnya telur yang dihanyutkan oleh ayahnya itu tetap terapung diatas air dan berjalan mengikuti arus, I Besse timo terus mengikuti pergerakan telur menyusuri sungai.
Ketika perjalanan telur ajaib ini sampai di kaki gunung yang letaknya sebelah barat Kabupaten Soppeng telur tersebut istirahat maka I Besse Timo pun ikut beristirahat selama beberapa saat. Dari tempat tersebut I BT memandang jauh ke puncak gunung tersebut sambal merenungi keadaan dirinya yang sedang hamil tanpa pernah dijamah oleh lelaki manapun. Sebagai tanda kenangan bahwa dirinya saat itu masih gadis, ia lalu memberi nama gunung yang dipandanginya tersebut dengan nama Bulu Ana’dara (Gunung Gadis).
Selanjutnya telur itu bergerak lagi kebawah mengikuti arus air. Namun setelah sampai disebuah pertemuan arus sungai antara Sungai Tete dengan Sungai Langkemme, tiba-tiba telur tersebut berbelok naik melawan arah menyisir ke arah sungai asal Langkemme. Ditempat berbeloknya telor inilah kemudian diberi nama Salo Palekoreng  (Belokan Sungai) karena telor tersebut berbelok. Sementara telur itu bergerak terus melawan arus sungai, I BT pun dengan sabar mengikuti kemana gerangan tempat yang akan dituju.   Begitulah terus keadan telur tersebut hingga kebudian sampai pada suatu tempat telur itu pun tiba-tiba merubah arah (lain arah)  pergerakan. Telur tersebut tidak lagi menyusuri sungai melainkan berbelok naik kedaratan dan menggelinding menyusuri perbukitan. Perubahan pergerakan tersebut kemudian menjadi nama pada sungai tempat berbelok ini bernama Salo Lainna (Sungai Lain).
Telur yang menjadi pemandu perjalanan I Besse Timo ini terus bergelinding hingga sampai pada suatu bukit telur tersebut tidak lagi bergerak. Dalam keadaan telur diam ini, maka I BT memahami bahwa perjalanan telur sudah berakhir, yang berarti puncak bukit ini menjadi tujuan akhir perjalanan. Maka segerah lah IBT membangun sebuah gubuk kecil sebagai tempat tinggal. Padi yang ada dalam genggaman sebagai bekal yang diberikan oleh sang ayah pun segera di tanam. Hari-harinya di isi dengan bekerja mencari nafka demi mempertahankan hidup sebatang kara ditengah hutan belantara. Padi yang ditanam pun dipanen, namun karena keterbatasan pengetahuan maka padi yang di panen tersebut hanya dinikmati kuitnya (awang). Kebiasaan memakan kulit padi ini dalam Bahasa bugis disebut “pakkande awang”.yang berarti pemakan ampas padi. Kebiasaan I Besse Timo mengkomsumsi awang ini diabadikan sebagai nama bukit yang dihuninya itu dengan nama  Coppo Kandiawang (puncak bukit pemakan ampas padi)
Diatas bukit tersebut, I BesseTimo yang pada awalnya hidup sendirian namun setelah beberapa bulan kemudian anak yang dikandungnya lahir. Tanpa ditemani oleh siapapun dia melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama I Besse Kadiu. Bersama dengan kelahiran putrinya itu, telur yang menuntunnya hingga ke Coppo Kandiawang tersebut pun menetas dan menjadilah seekor ayam betina.
Beberapa tahun kemudian, seiring dengan pertumbuhan ayamnya yang kian lama semakin besar itu, putri Ibesse Timo pun semakin tumbuh dewasa menjadi seorang gadis. Kehadiran putrinya yang juga berparas cantik jelita membuat hidup putri Arung Tete itu tenteram, kendi belum diketahui siapa lelaki yang merupakan ayah dari putrinya tersebut. Bert ahun-tahun mereka berdua hidup di hutan belantara itu, namun tak seorangpun yang mengetahui keberadaannya, sekalipun tak jauh dari tempat itu terdapat sebuah Kerajaan kecil yang hanya diantarai oleh dua bukit saja. Kerajaan tersebut bernama kerajaan Bulu Matanre.
Seperti halnya kerajaan Tete, kerajaan Bulu Matanre juga diperintah oleh seorang wali yang dukenal To manurung E ri Bulu Matanre atau yang digelar dengan nama Petta Bulu Matanre. Ia memiliki beberapa orang anak, seorang Putra beliau yang bernama Baso Paranrengi pernah mengalami peristiwa yang sama persis seperti yang juga pernah dialami oleh putri Arung Tete. Baso Paranrengi mengalami perasaan intim layaknya hubungan suami istri disaat terjadinya Guntur yang amat dahsyat pada usia yang memang sudah beranjak dewasa. Namun peristiwa tersebut dianggap hal yang biasa sehingga kejadian tersebut dibiarkan berlalu begitu saja. Baso Paranrengi memiliki kegemaran berburu rusa, sehingga hari-harinya biasa di manfaatkan pergi kehutan untuk berburu.
Suatu hari Baso Paranrengi di temani oleh pengawalnya yang bernama La Salatu pergi berburu di hutan dekat bukit yang didiami oleh I Besse Timo beserta putrinya.  Pada saat mereka berdua Istirahat di suatu bukit, la Baso Paranrengi memperhatikan anjing Pemburunya si Hitam dan si Putih dengan seksama yang baru saja datang dengan perut yang kenyang sementara belum mendapatkan tangkapan hewan buruan seekor pung. Melihat keanehan tersebut, ia pun menyuruh La Salatu (pengawal pribadinya) di suatu ketinggian untuk berdiri “toli’ ko Salatu” mengamati apakah di sekitar  kawasan perburuan kita ada orang yang tinggal. Di bukit tempat pengawalnya berdiri itulah kemudian di namai bulu Latoli  ( gunung berdiri). Sesaat kemudian pengawalnya itu melaporkan bahwasanya disebuah puncak bukit terdapat asap api. Maka bergegaslah Putra Petta Bulu Matanre meninggalkan Gunung Latoli menuju ke puncak bukit dimana asap api itu berasal dengan maksud mengetahui siapa gerangan yang tinggal di sana.
Tatkala ia sampai di bukit tempat suber asap berasal, dia melihat sebuah bangunan tempat tinggal berupa gubuk kecil. Untuk memenuhi rasa penasarannya dia pun segera mendekati gubuk tersebut, dia berdiri tepat di depan gubuk kecil namun tertata rapi itu sambil mengamati siapa  gerangan pemiliknya. Tiba –tiba dua orang keluar bersamaan dari dalam gubuk sederhana tersebut bermaksud hendak bersantai seperti biasanya di halaman gubuknya. Baso Paranrengi yang sudah berdiri sejak tadi menyaksikan dengan jelas iringan kedua orang tersebut keluar dari gubuk beratap rumpia tersebut. Betapa terpananya melihat pemandangan indah dua orang gadis jelita cantik nan rupawan itu. Melihat kecantikan kedua wanita yang ada di hadapannya, Baso Paranrengi tiba-tiba jatuh pinsan tak sadarkan diri. Pengawal yang baru kali pertama itu melihat tuannya pinsang tak bisa berbuat apa-apa kecuali meminta pertolongan kepada kedua wanita cantik tersebut. Dengan segera I Besse Timo segera mengambil segayuh air lalu mencelupkan ujung rambutnya kemudian memercikkan ke muka Baso Paranrengi. Seketika itu pula Putra Petta Bulu Matanre tersebut tersadarkan dan berniat untuk memperistrikan wanita cantik yang telah mengobatinya itu. Dari peristiwa inilah sehingga orang bugis mengenal “pangeppi weluwa” memercikkan ujung rambut ke muka pasien sebagai tehnik pengobatan orang yang sedang pinsang.
Ketika Baso Paranrengi kembali ke rumah, ia langsung mengurung diri dengan membungkus sekujur tubuhnya dengan sarung. Melihat gerak gerik putranya yang tidak biasanya itu, Petta Bulu Matanre bertanya prihal keanehan sikap putranya itu kepada La Salatu sang Pengawal.  Pengawalnya itu menceritakan kejadian yang dialami putranya selama dalam perburuan. Dia menceritakan prihal pertemuan antara Baso Paranrengi dengan dua wanita cantik yang tinggal di sekitar hutan tempat perburuannya. Mendengar cerita pengawal tersebut, Petta Bulu Matanre selaku orang tua segera memahami perasaan putranya tersebut dan mengatakan sesuatu kepadanya “ oto’no Baso ulao maddutakko baja” bangunlah Baso, besok ayah akan pergi melamar wanita yang telah menawan hatimu.
Alhasil keesokan harinya Petta Bulu Matanre pergi melamar wanita tersebut. Sesampai di gubuk wanita itu, beliau mengutarakan maksud kedatangannya yang hendak melamar. Namun I Besse Timo pada saat itu tidak mempunyai Wali Nikah sehingga tidak langsung menerima lamaran tersebut. Ia kemudian mengisyaratkan Petta Bulu Matanre untuk pergi dulu menemui seorang wali disebuah gunung sebelah selatan bukit Bittawang.
Tanpa menunggu waktu lagi, Petta Bulu Matanre langsung berangkat ke gunung yang dimaksud. Ia lalu menjelajah gunung tersebut demi menemukan wali yang dimaksud. Pencarian dilakukan mencakup seluruh kawasan dipegunungan tersebut, namun tidak juga ketemu. Usaha untuk menemukan Wali yang dimaksud telah menguras energy dan waktu yang luarbiasa lama hingga Petta Bulu Matanre merasa kelelahan (poso) akibat perjalanan yang menanjak,menurun yang dilaluinya. Akhirnya Petta Bulu Matanre tidak mampu lagi melanjutkan pencarian akibat kelelahan yang teramat sangat itu. Disinilah asal mula nama Gunung Laposo yang  berarti Gunung yang melelahkan dengan ketinggian 100 kdpl di sematkan.  Dalam keadaan Petta Bulu Matanre kelelahan dan hamper berputus asa  tiba-tiba muncul seseorang yang mengaku sebagai Wali dari I Besse Timo. Petta Bulu Matanre pun segera mengutarakan maksudnya . Akhirnya Wali yang senang bertapa di Gunung itu yang ternyata adalah jelmaan To Manurung E Tellang Kere Ri Tete bersedia untuk datang menjadi wali nikah terhadap wanita yang dipinang oleh Putra Petta Bulu Matanre tersebut.    
Pada hari yang telah disepakati keduanya, Petta Bulu Matanre beserta Putranya datang kembali ke Gubuk Bukit Kandiawan. Di gubuk itu telah hadir pula Wali yang merupakan Ayah dari I Besse Timo. Pada saat pembicaraan antara kedua pihak keluarga berlangsung, Baso Paranrengi di persilahkan memilih salah seorang dari kedua wanita cantik itu sebagai calon istri. Tanpa mengetahui status kedua wanita yang serupa dengan anak kembar itu, pilhannya jatuh pada I Besse Timo yang sudah berstatus sebagai ibu dari I Besse Kadiu. Mereka pun dinikahkan.
Setelah keduanya sudah resmi menjadi suami istri, mereka hidup rukun damai di tempat ini. Suatu hari mereka menceritakan kisah remaja mereka masing-masing. Sampai pada kisah ledakan Petir / guntur yang menggelegar  yang pernah dialami oleh Baco Paranrengi pada  masa remaja. Ternyata cerita yang sama juga pernah di alami oleh  I Besse Timo. Bahkan waktu kejadiannya pun bersamaan. Keduanya menceritakan apa yang dirasakan pada kejadian tersebut. Baik I Besse Timo maupun Baco Paranrengi mengungkapkan bahwa perasaan yang dirasakan pada saat itu persis sama dengan perasaan orgasme layaknya berhubungan suami istri. Barulah I Besse Timo menyadari bahwa sesungguhnya Ayah dari putrinya I Besse Kadiu tidak lain adalah Baso Paranrengi sendiri.
Beberapa tahun kemudian, pasangan suami istri ini yang telah dinikahkan secara resmi ini dikaruniakan beberapa anak lagi. Pada saat yang sama ayamnya pun berkembang biak di tempat ini. Namun anehnya ayam ayam miliknya tidak pernah tinggal di tempat itu pada siang hari. Setiap pagi ayam-ayam itu pergi ke puncak bukit yang bersebelahan dengan puncak bukit Kandiawan tempatnya bermukim. Melihat kebiasaan ayam yang tidak lazim tersebut, maka I Besse Timo ditemani Suaminya mengikuti jejak ayamnya itu. Setelah sampai dipuncak bukit tersebut, mereka mendapati ayam-ayan nya itu sedang asyik bermandikan tanah membentuk gundukan tanah. Aktivitas ayam membuat gundukan tanah ini dalam Bahasa bugis disebut “Mabbumpung” , sementara lokasi tempat ayam-ayam membuat gundukan tanah itu dinamakan “Umpungeng”.   
Karena tempat itu menarik bagi keluarga Baso Parenrengi, maka mereka merencanakan pindah menetap di tempat ini. Baso Parenrengi dan I Besse Timo bertapa / bertahannus di tempat ini meminta kepada Dewata Pattappa (Tuhan Pencipta), agar diterima dengan baik di tempat baru ini. Permintaan mereka dikabulkan dan tanpa diduga, mereka dihadiahi sebuah rumah yang material bangunannya kokoh namun terbuat dari kayu-kayu yang saat ini kita kenal tumbuhan jangka pendek seperti kayu Cabai dan lain-lain berdiri tepat di atas bukit itu sekitar 60 m sebelah barat lokasi Umpungeng. Rumah inilah yang dikenal dengan nama Bola Manurung’E Ri Umpungeng. Keluarga Baso Paranrengi akhirnya dapat pindah ketempat baru ini yang kemudian beranak cucu hingga membentuk perkampungan yang dikenal Kampung Umpungeng.
Setelah perkembangan dari waktu ke waktu, masyarakat Umpungeng semakin bertambah jumlahnya sementara lokasi tempat pemukiman diatas bukit semakin terasa sempit maka sebagian diantaranya memilih keluar atau merantau dan sebagian kecil tetap bermukim disini hingga sampai pada satu masa berdiri kerajaan kecil yang bernama Kerajaan Umpungeng yang dipimping oleh seorang yang bernama Nenek Dongkong yang juga dikenal dengan “Arung Umpungeng”.  Kepemimpinannya bersahaja dan memiliki kemampuan diplomasi yang hebat, sehingga Umpungeng menjadi tuan rumah / tempat pertemuan para Raja pada saat itu. Lokasi pertemuan para pemimpin tersebut berada persis di lokasi Umpungeng (tempat ayam-ayam ma’bumpung) yang kini di kenal Lalabata  Umpungeng / Garugae. Tempat ini merupakan salah satu situs megalitikum yang terbentuk dari deretan batu-batu gunung membentuk lingkarang dan di tengahnya terdapat batu pertengahan (posina tanae). Konon setiap satu batu merupakan tempat duduknya satu perwakilan yang membentuk lingkarang. Tempat inilah kemudian menjadi symbol pemersatu yang sering dikunjungi orang dari berbagai penjuru.
Kini zaman telah berubah, wilayah kekuasaan telah disatukan menjadi Republik yakni Republik Indonesia dan dibagi tidak lagi berdasarkan kekuasaan kerajaan namun berdasarkan wilayah Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Umpungeng telah menjadi sebuah nama kampung yang berada di wilayah hukum bernama Desa Umpungeng, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. (Ditulis oleh: Nurhayati, SPd. &  Dituturkan oleh: Umar Padlan)

Kamis, 01 Mei 2014

Sedekah Pohon



PROPOSAL
Program Penanaman Pohon Aren
Di kawasan Desa Umpungeng.

1.          Pengantar                                                                              .

Saat ini kami mencanangkan konservasi kawasan Umpungeng melalui pembibitan dan penanaman pohon aren. Sasaran kami adalah mengembalikan fungsi utama kawasan ini sebagai daerah resapan air yang akan mensuplai kebutuhan pengairan di sekitar Kabupaten Soppeng melalui sungai Walennae. Kami mengajak partisipasi anda dengan cara yang anda bisa. Anda bisa menyampaikan donasi anda dalam bentuk  tanaman atau dana. Kami akan mengelola setiap kepercayaan yang diberikan secara transparan dan akuntabel di bawah pengawasan  Konsultan Lingkungan.
Sebagai kawasan resapan air untuk mensuplai kebutuhan pengairan di Kabupaten Soppeng dan sekitarnya, Umpungeng juga dikenal sebagai sentra produsen gula aren. Dua peran inilah yang kemudian mendorong kami untuk bergerak menyusun rencana sederhana yakni kegiatan konservasi lingkungan dengan program “Gerakan Menanam Sejuta Pohon Aren”  Kegiatan ini sekaligus menjadi momentum yang tepat untuk mengembalikan fungsi utama kawasan Umpungeng sebagai kawasan resapan air melaui budidaya pohon hebat yang selama ini telah menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat.

2.     Tujuan Program                                                                   .

Tujuan dari program ini secara garis besar terdiri dari beberapa hal seperti yang diuraikan di bawah ini, yaitu:
1)      Konservasi untuk menjaga Umpungeng sebagai kawasan resapan air
2)      Mengembalikan potensi kawasan Unpungeng sebagai sentra gula areng.
3)      Membangun budaya menanam pohon bibit aren bagi masyarakat, yang selama ini hanya mengandalkan pembibitan alami dari sebaran yang dilakukan oleh binatang yang hidup di hutan.
4)      Memberi peluang alternatif usaha bagi warga untuk mendapatkan upah / penghasilan sehingga dapat mengurangi aktifitas yang dapat merusak hutan.
5)      Memberdayakan masyarakat lokal melalui usaha kerajinan yang berbahan dasar pohon enau seperti kerajinan sapu ijuk, sapu lidi, kolang kaling, minuman nira dan gula aren.

3.          Pelaksanaan  Program                                                                 

Program ini sepenuhnya akan dilaksanakan oleh warga di bawah kontrol tim yang dibentuk oleh  Umpungeng Ecovillage berbasis Masjid (Remaja Masjid) , mulai dari pembibitan, penanaman sampai perawatannya. Saat ini kami terus mengedukasi warga bagaimana mecintai lingkungan, mengenali keunggulan pohon enau yang sudah menjadi sumber mata pencaharian selama bertahun-tahun secara turun temurun ini, membudidayakannya, mengelolanya secara efektif dan efisien hingga cara pengemasan produk-produk yang dihasilkan oleh pohon aren sehingga layak bersaing.
Di samping partisipasi warga, kami juga mengharapkan partisipasi masyarakat umum yang memiliki kepedulian lingkungan untuk turut serta dalam proyek amal jariyah ini. Khusus kepada lembaga pendidikan yang berada di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, kami berharap agar para pengelola lembaga pendidkan selaku lokomotif pengkaderan generasi muda INDONESIA agar mengajak para siswa-siwi atau mahasiswa nya untuk terlibat dalam kegiatan menanam pohon enau di kawasan Umpungeng.  
Tujuan utama kenapa generasi muda menjadi prioritas dalam proses edukasi dan penyadaran lingkungan ini adalah:

  1. Kegiatan menanam pohon dapat dijadikan tradisi bagi anak-anak sekolah sebagai upaya membangun karakter yang berwawasan lingkungan.
  2. Kegiatan ini dapat dirasakan langsung oleh anak-anak usia sekolah sebagai kegiatan yang menyenangkan dan berkesan positif hingga kelak di usia dewasa. Melalui pembiasaan menanam pohon ini juga, para generasi muda paling tidak akan mencintai petani atau mencintai dunia pertanian. Dengan demikian profesi Petani tidak lagi dipandang sebagai profesi rendahan yang tidak menjanjikan masa depan yang lebih baik.
  3. Kegiatan menanam dapat dijadikan sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang sarat pendidikan dan manfaat. 
Sebagai motivasi untuk kita semua, marilah kita renungkan beberapa Haditz dari Rasulullah SAW tentang betapa mulia dan agungnya seorang anak manusia yang gemar menebar benih tanaman atau menanam pohon. Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya”. [HR. Muslim]

Tidak terbantahkan lagi bahwa menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita, walau telah meninggal selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Rasulullah SAW bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ

“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan pahala sedekah karenanya”. [HR. Al-Bukhoriy]

Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah SWT, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.
Rasulullah SAW bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتْ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ

“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi sedekah baginya” . [HR. Muslim]

Penghijauan alias Reboisasi merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Jika demikian banyak manfaat dari reboisasi alias penghijuan  maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadits lainnya yang berbunyi:

إِنْ قَامَتْ السَّاعَةُ وَبِيَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا يَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ

“Jika hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang di antara kalian terdapat bibit pohon korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah”. [HR. Ahmad]

Rasulullah SAW tidak mungkin memerintahkan suatu perkara kepada umatnya dalam kondisi yang genting dan sempit seperti itu, kecuali karena perkara itu amat penting, dan besar manfaatnya bagi seorang manusia. Semua ini menunjukkan tentang keutamaan “Go Green” alias program penghijauan. Begitu besarnya manfaat dari kegiatan konservasi ini, tanah yang dahulu kering kerontang bisa berubah menjadi tanah subur. Sungai yang dahulu kering, dengan reboisasi bisa berubah menjadi berair.
Rasulullah SAW pernah bersabda dalam sebuah riwayat yang shohih,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَعُودَ أَرْضُ الْعَرَبِ مُرُوجًا وَأَنْهَارًا

“Tak akan tegak hari kiamat sampai tanah Arab menjadi tanah subur, dan sungai-sungai”. [HR. Ahmad]
    
4.          Teknis pelaksanaan                                                                    .

Secara ternis pelaksanaan “Program Penanaman sejuta pohon Aren” akan dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

  1.  Warga Desa Umpungeng secara swadaya  melakukan pembibitan buah enau unggulan hingga usia 1 tahun.
  2.  Dana investasi jariyah yang terkumpul dari partisipasi masyarakat umum akan dikelola oleh panitia yang di bentuk oleh Kepala Desa.
  3.  Bibit pohon aren milik warga akan dibeli dengan harga Rp. 15.000,- / pohon (pohon + tanam + rawat).
  4. Pohon yang sudah dibeli oleh panitia selanjutnya ditanam oleh warga secara gotong royong atau perorangan di atas lahan milik pemerintah atau milik warga yang sudah mendapat persetujuan.
  5.  Perawatan tanaman akan dilakukan oleh warga pemilik bibit tanaman selama satu tahun di bawah kontrol Pemerintahan Desa Umpungeng bekerja sama dengan Remaja Masjid Umpungeng.
  6. Pertanggung jawaban publik atas dana yang dikelola serta perkembangan Program kegiatan konservasi tanaman 1 juta pohon enau akan kami publikasikan lewat Official Blog http://umpungengecovillage.blogspot.com.  Dan yang pasti semua program amal jariyah ini akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Pemilik alam semesta.  

5. Profile Tanaman hebat bernama AREN                                     .

Nama latinnya bernama Arenga Pinata Palm, masyarakat pada umumnya mengenal dengan nama pohon aren. Sudah sejak lama jenis tanaman ini dikenal sebagai  pohon yang dapat menghasilkan bahan-bahan untuk industri kerajinan. Hampir semua bagian atau produk tanaman ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Akan tetapi, tanaman ini kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan atau dibudidayakan secara sungguh-sungguh oleh berbagai pihak.
Selama ini pemenuhan akan permintaan bahan baku industri yang berasal dari bagian-bagian pohon aren, masih dilayani dengan mengendalikan tanaman aren yang tumbuh liar (tidak ditanam orang). Bagian-bagian fisik pohon aren yang dimanfaatkan, misalnya akar (untuk obat tradisional), batang (untuk berbagai peralatan), ijuk (untuk kerpeluan bangunan), daun (kususnya daun muda untuk pembungkus). Demikian pula hasil produksinya seperti buah dan nira dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman.
Permintaan produk-produk yang dihasilkan dari tanaman ini akan selalu meningkat sejalan dengan perkembangan pembangunan yang ada. Oleh karena itu penanaman atau pembudidayaan tanaman aren mempunyai harapan atau prospek yang baik dimasa datang.
Saat ini telah tercatat ada empat jenis pohon yang termasuk kelompok aren yaitu : Arenge pinata (Wurmb) Merr, Arenge undulatitolia Bree, Arenge Westerhoutii Grift dan Arenge ambcang Becc. Di antaranya keempat jenis tersebut yang sudah dikenal manfaatnya adalah arenge piñata, yang dikenal sehari-hari dengan nama aren atau enau.
Usaha pengembangan atau pembudidayaan tanaman aren di Indonesia sangat memungkinkan. Di samping masih luasnya lahan-lahan tidak produktif, juga dapat memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri atas produk-produk yang berasal dari tanaman aren, sekaligus meningkatkan pendapatan petani dari usaha tani tanaman aren dan dapat pula ikut melestarikan sumber daya alam serta lingkungan hidup.

6. Mengenal Aren                                                                            

A. Bentuk Pohon, Bunga dan Buah

Aren termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan). Batangnya tidak berduri, tidak bercabang, tinggi dapat mencapai 25 meter dan diameter pohon dapat mencapai 65 cm.
Tanaman ini hampir mirip dengan pohon kelapa. Perbedaannya,, jika pohon kelapa batang pohonnya bersih (pelepah daun yang tua mudah lepas), maka batang pohon aren ini sangat kotor karena batangnya terbalut oleh ijuk sehingga pelepah daun yang sudah tua sulit diambil atau lepas dari batangnya. Oleh karena itulah, batang pohon aren sering ditumbuhi oleh banyak tanaman jenis paku-pakuan.
Tangkai daun aren panjangnya dapat mencapai 1,5 meter, helaian daun panjangnya dapat mencapai 1.45 meter, lebar 7 cm dan bagian bawah daun ada lapisan lilin.

B. Penyebaran dan Syarat Tumbuh

Wilayah penyebaran aren terletak antara garis lintang 20º LU – 11ºLS yaitu meliputi : India, Srilangka, Banglades, Burma, Thailand, Laos, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Hawai, Philipina, Guam dan berbagai pulau di sekitar pasifik. (Burkil, 1935); Miller, 1964; Pratiwi (1989).
Di Indonesia tanaman aren banyak terdapat dan tersebar hamper diseluruh wilayah Nusantara, khususnya di daerah perbukitan dan lembah.
Tanaman aren sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus (Hatta-Sunanto, 1982) sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat, berlumur dan berpasir, tetapi aren tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya tinggi (pH tanah terlalu asam). Aren dapat tumbuh pada ketinggian 9 – 1.400 meter di atas permukaan laut. Namun yang paling baik pertumbuhannya pada ketinggian 500 – 800 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan lebih dari 1.200 mm setahun atau pada iklim sedang dan basah menurut Schmidt dan Ferguson.


C. Nama Pohon Aren disetiap Daerah

Aren (Arrenge pinnata) mempunyai banyak nama daerah seperti : bakjuk/bakjok (Aceh), pola/paula (Karo), bagot (Toba), agaton/bargat (Mandailing), anau/neluluk/nanggong (Jawa), aren/kawung (Sunda), hanau (dayak,Kalimantan), Inru (Bugis Sulawesi Selatan), mana/nawa-nawa (Ambon, Maluku).

D. Kegunaan Pohon Aren.

Pohon aren dapat dimanfaatkan, baik berfungsi sebagai konservasi, maupun fungsi produksi yang menghasilkan berbagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomi.
a. Fungsi Konservasi
Pohon aren dengan perakaran yang dangkal dan melebar akan sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya erosi tanah. Demikian pula dengan daun yang cukup lebat dan batang yang tertutup dengan lapisan ijuk, akan sangat efektif untuk menahan turunnya air hujan yang langsung kepermukaan tanah. Disamping itu pohon aren yang dapat tumbuh baik pada tebing-tebing, akan sangat baik sebagai pohon pencegah erosi longsor.
b. Fungsi Produksi
Fungsi produksi dari pohon aren dapat diperoleh miulai dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Di Jawa akar aren digunakan untuk berbagai Obat Tradisional (Heyne, 1927; Dongen, 1913 dalam Burkil 1935). Akar segar dapat menghasilkan arak yang dapat digunakan sebagai obat sembelit, obat disentri dan obat penyakit paru-paru.
Batang yang keras digunakan sebagai bahan pembuat alat-alat rumah tangga dan ada pula yang digunakan sebagai bahan bangunan. Batang bagian dalam dapat menghasilkan sagu sebagai sumber karbohidrat yang dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan roti, soun, mie dan campuran pembuatan lem (Miller, 1964).  Sedangkan ujung batang yang masih muda (umbut) yang rasanya manis dapat digunakan sebagai sayur mayor (Burkil, 1935).
Daun muda, tulang daun dan pelapah daunnya, juga dapat dimanfaatkan untuk pembungkus rokok, sapu lidi dan tutup botol sebagai pengganti gabus. Tangkai bunga bila dipotong akan menghasilkan cairan berupa nira yang mengandung zat gula dan dapat diolah menjadi gula aren atau tuak (Steenis et.al., 1975). Buahnya dapat diolah menjadi bahan makanan seperti kolang-kaling yang banyak digunakan untuk campuran es, kolak atau dapat juga dibuat manisan kolang-kaling.


7.    Penanaman Pohon Aren                                                             .

A. Pengumpulan dan Pemilihan Biji.
Tanaman aren dapat diperbanyak secara generatif (dengan biji). Dengan cara ini akan diperoleh bibit tanaman dalam jumlah besar, sehingga dapat dengan mudah mengembangkan (membudidayakan) tanaman aren secara besar-besaran. Langkah yang perlu dilakukan dalam pengumpulan dan pemilihan biji adalah sebagai berikut :
Pengumpulan buah aren yang memenuhi persyaratan.
·         Berasal dari pohon aren yang pertumbuhannya sehat, berdaun lebat.
·         Buah aren masak benar (warna kuning kecoklatan dan daging buah lunak).
·         Buah berukuran besar (diameter minimal 4 cm)
·         Kulit buah halus (tidak diserang penyaklit).
Keluarkan biji aren buah yang telah dikumpulkan dengan membelahnya.
Memilih biji-bijian aren yang memenuhi syarat :
·         Ukuran biji relatif besar
·         Berwarna hitam kecoklat-coklatan
·         Permukaan halus (tidak keriput)
·         Biji dalam keadaan sehat/tidak berpenyakit.
Yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan biji adalah bahwa buah aren terkandung asam oksalat yang apabila mengenai kulit kita akan menimbulkan rasa sangat gatal. Oleh Karen itu perlu perlu dilakukan pencegahan antara lain dengan cara :
·         Memakai sarung tangan apabila kita sedang mengambil biji dari buahnya.
·         Hindari agar tangan kita tidak menyentuh bagian tubuh lain, ketika mengeluarkan biji-biji aren tersebut dari buahnya.
·         Cara lain untuk mencegah agar tidak terkena getah aren ketika kita sedang mengeluarkan bijinya dari buah yaitu dengan memeram terlebih dahulu buah-buah aren yang sudah tua sampai membusuk. Pemeraman dapat dilakukan dengan memasukan buah aren ke dalam kotak kayu dan ditutup dengan karung goni yang selalu dibasahi. Setelah ± 10 hari, buah aren menjadi busuk yang akan memudahkan pengambilan biji-bijian.

B. Pembibitan

Pengadaan bibit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu bibit dari permudaan alam dan bibit dari hasil persemaian biji.


a. Pengadaan bibit dari permudaan alam/anakan liar.
Proses pembibitan secara alami dibantu oleh binatang yaitu musang, monyet dan tupai. Binatang tersebut memakan buah-buahan aren dan bijinya dan bijinya keluar secara utuh dari perutnya bersama kotoran. Bibit tumbuh tersebar secara tidak teratur dan berkelompok. Untuk menanamnya di lapangan, dapat dilakukan dengan mencabut secara putaran (bibit diambil bersama-sama dengan tanahnya).
Pemindahan bibit ini dapat langsung segera ditanam di lapangan atau melalui proses penyapihan dengan memasukan anakan ke dalam kantong plastik (polybag) selama 2-4 minggu.
b. Pengadaan bibit melalui persemaian
Untuk mendapatkan bibit dalam jumlah yang besar dengan kualitas yang baik, dilakukan melalui pengadaan bibit dengan persemaian.
Proses penyemaian biji aren berlangsung agak lama. Untuk mempercepatnya dapat dilakukan upaya perlakuan biji sebelum disemai yaitu :

  •  Merendam biji dalam larutan HCL dengan kepekatan 95 % dalam waktu 15 – 25 menit.
  •  Meredam biji dalam air panas bersuhu 50º selama 3 menit.
  •  Mengikir biji pada bagian dekat embrio.
  • Media penyemaian dapat dibuat dengan kantong plastik ukuran 20 x 25 cm yang diisi dengan kompos, pasir dan tanah 3 : 1 : 1 dan lubangi secukupnya pada bagian bawahnya sebagai saluran drainase. Biji-biji yang telah diperlakukan tersebut dimasukan ke dalam kantong plastik tersebut sedalam sekitar ¾ bagian biji di bawah permukaan tanah dengan lembaga menghadap ke bawah dengan posisi agak miring.
  • Untuk mencapai bibit siap tanam di lapangan (ukuran = 40 cm) diperlukan waktu persemaian 12 – 15 bulan.
  • Pemeliharaan bibit di persemaian dilakukan dengan cara :
  • Penyiraman 2 kali sehari, pagi jam 08.00 – 09.00 dan sore hari jam 15.00 – 16.00
  • Penyiangan persemaian yaitu menghilangkan rumput-rumput pengganggu.
  • Pemberantasan hama dan penyakit, apabila ada gejala serangan hama dan penyakit.

C. Penanaman
Teknik penanaman aren dapat dilakukan dengan sistim monokultur atau dengan sistim agroforestri/tumpangsari. Dengan sistim monokultur terlebih dahulu dilakukan pembersihan lapangan dari vegetasi yang ada (land clearing) dan pengolahan tanah dengan pembajakan atau pencangkulan serta pembuatan lubang tanaman.
Pembuatan lubang tanaman dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm dan jarak antar lubang (jarak tanam) 5 x 5 m atau 9 x 9 m. untuk mempercepat pertumbuhan pada lubang tanaman diberi tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang, urea, TSP, sekitar 3 – 5 hari setelah lubang tanaman disiapkan, baru dilakukan penanaman. Bibit yang baru ditanam, sebaiknya diberi naungan atau peneduh.
Sistem agroforestri/tumpangsari, ini dapat dilakukan dengan menamai bagian lahan yang terbuka yaitu di antara kedua tanaman pokok dengan tanaman penutup tanah seperti leguminose atau tanaman palawija

D. Pemeliharaan Tanaman

Agar budidaya aren dapat berhasil dengan baik diperlukan pemeliharaan tanaman yang cukup. Pemeliharaan tanaman aren meliputi :

a. Pengendalian Hama Penyakit
Hama dan penyakit pohon aren belum terlalu banyak diketahui. Namun sebagai langkah pencegahan dapat lakukan dengan mengetahui hama dan penyakit yang biasa menyerang jenis palmae yang lain seperti kelapa, kelapa sawit dan sagu.
Hama pada tanaman jenis Palmae antara lain berupa kumbang badak (Oryctes thinoceros), kumbang sagu (Rhinochophorus ferrugineus(, belalang (Sexava spp). Hama lain untuk pohon aren ini adalah pengisap nira dan bunga seperti lebah, kelelawar dan musang. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara :
1.       Mekanis, yaitu pohon-pohon aren yang mendapat serangan hama ditebang dan dibakar.
2.       Kimiawi, yaitu dengan penyemprotan pestisida tertentu seperti Heptachlor 10 gram, Diazonin 10 gram dan BHC.
Jenis penyakit yang sering menyerang pohon aren di persemaian adalah bercak dan kuning pada daun yang disebabkan oleh Pestalotia sp., Helmiathosporus sp. penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan fungisida seperti Dithane N-45, Delsene NX 200.

b. Penanggulangan tanaman pengganggu (gulma)
Tanaman pengganggu (gulma) pada tanaman aren sangat mengganggu pertumbuhannya. Oleh karena itu, pengendalian gulma harus dilakukan.
Gulma pada tanaman/pohon aren umumnya terdapat di dua tempat yaitu pada bagian batang (seperti benalu dan kadaka) dan pada tanah di sekitar pangkal teratur yaitu 4 kali setahun sampai tanaman berumur 3-4 tahun. Teknis pemberantasannya dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan menghilangkan tanaman pengganggu tersebut dari pohon aren.

c. Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk merangsang pertumbuhan pertumbuhan agar lebih cepat. Pemupukan dilakukan pada tanaman berumur 1 -3 tahun dengan memberikan seperti pupuk urea, NPK, pupuk kandang dan KCL yang ditaburkan pada sekeliling batang pohon aren yang telah digemburkan tanahnya.

8. Pemungutan Hasil                                                                    

A. Jenis Hasil
Seperti telah diuraikan di muka, hampir semua bagian dari pohon aren dapat dimanfaatkan atau menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi.
Jenis produk yang dihasilkan dari pohon aren yaitu sebagai berikut :
1.       Ijuk sebagai bahan baku pembuatan peralatan keperluan rumah tangga.
2.       Nira sebagai bahan baku gula merah, tuak, dan cuka.
3.       Kolang-kaling yang dihasilkan dari buah pohon aren.
4.       Tepung aren sebagai bahan baku pembuatan sabun, mie, dawet (cendol).
5.       Batang pohon sebagai bahan bangunan dan peralatan rumah tangga.

B. Panen
Ijuk
Ijuk dihasilkan dari pohon aren yang telah berumur lebih dari 5 tahun sampai dengan tongkol-tongkol bunganya keluar. Pohon yang masih muda produksi ijuknya kecil. Demikian pula, pohon yang mulai berbunga kualitas dan hasil ijuknya tidak baik.
Pemungutan ijuk dapat dilakukan dengan memotong pangkal pelepah-pelapah daun, kemudian ijuk yang bentuknya berupa lempengan anyaman ijuk itu lepas dengan menggunakan parang dari tempat ijuk itu menempel.
Lempengan-lempengan anyaman ijuk yang baru dilepas dari pohon aren, masih mengandung lidi-lidi ijuk. Lidi-lidi ijuk dapat dipisahkan dari serat-serat ijuk dengan menggunakan tangan. Untuk membersihkan serat ijuk dari berbagai kotoran dan ukuran serat ijuk yang besar, digunakan sisir kawat. Ijuk yang sudah dibersihkan dapat dipergunakan untuk membuat tambang ijuk, sapu ijuk, atap ijuk dll.
Nira
Nira aren dihasilkan dari penyadapan tongkol (tandan) bunga, baik bunga jantan maupun bunga betina. Akan tetapi biasanya, tandan bunga jantan yang dapat menghasilkan nira dengan kualitas baik dan jumlah yang banyak. Oleh karena itu, biasanya penyadapan nira hanya dilakukan pada tandan bunga jantan.
Sebelum penyadapan dimulai, dilakukan persiapan penyadapan yaitu :

  1.  Memilih bunga jantan yang siap disadap, yaitu bunga jantan yang tepung sarinya sudah banyak yang jatuh di tanah. Hal ini dapat dilihat jika di sebelah batang pohon aren, permukaan tanah tampak berwarna kuning tertutup oleh tepungsari yang jatuh.
  2. Pembersihan pongkol (tandan) bunga dan memukul-mukul serta mengayun-ayunkannya agar dapat memperlancar keluarnya nira.
  3.  Pemukulan dan pengayunan dilakukan berulang-ulang selama tiga minggu dengan selang dua hari pada pagi dan sore dengan jumlah pukulan kurang lebih 250 kali.
  4. Untuk mengetahui, apakah bunga jantan yang sudah dipukul-pukul dan diayun-ayun tersebut sudah atau belum menghasilkan nira, dilakukan dengan cara menoreh (dilukai) pongkol (tandan) bunga tersebut. Apabila torehan tersebut mengeluarkan nira maka bunga jantan sudah siap disadap.
  5. Penyadapan dilakukan dengan memotong pongkol (tandan) bunga pada bagian yang ditoreh. Kemudian pada potongan tongkol dipasang bumbung bamboo sebagai penampung nira yang keluar.
  6. Penyadapan nira dilakukan 2 kali sehari (dalam 24 jam) pagi dan sore. Pada setiap penggantian bumbung bamboo dilakukan pembaharuan irisan potongan dengan maksud agar saluran/pembuluh kapiler terbuka, sehingga nira dapat keluar dengan lancar.
  7. Setiap pongkol (tandan) bunga jantan dapat dilakukan penyadapan selama 3 – 4 bulan sampai tandan mengering. Hasil dari air aren dapat diolah menjadi gula aren, tuak, cuka dan minuman segar.

Tepung aren
Tepung aren dapat dihasilkan dengan memanfaatkan batang pohon aren dengan proses sebagai berikut :
Memiliki batang pohon aren yang banyak mengandung pati/tepungnya dengan cara :

  1.  Umur pohon relative muda (15 – 25 tahun)
  2.  Menancapkan kampak atau pahat ke dalam batang sedalam 10 – 12 cm pada dari ketinggian 1,5 m dari permukaan tanah.
  3.  Periksa ujung kampak atau pahat tersebut apakah terdapat tepung/pati yang menempel.
  4. Apabila terdapat tepung/pati, tebang pohon aren tersebut.
  5. Potong batang pohon yang sudah ditebang menjadi beberapa bagian sepanjang 1,5 – 2,0 m.
  6.  Belah dan pisahkan kulit luar dari batang dengan empelurnya.
  7.  Empelur diparut atau ditumbuk, kemudian dicampur dengan air bersih (diekstraksi).
  8. Hasil ekstraksi diendapkan semalaman (±12 jam) dilakukan pemisahan air dengan endapannya. Lakukan pencucian kembali dengan air bersih dan diendapkan lagi, sampai menghasilkan endapan yang bersih
  9.  Hasil endapan dijemur sampai kering.
  10. Tepung aren dapat dipergunakan sebagai bahan baku seperti mie, soun, cendol, dan campuran bahan perekat kayu lapis.

Kolang Kaling
Kolang kaling dapat diperoleh dari inti biji buah aren yang setengah masak. Tiap buah aren mengandung tiga biji buah. Buah aren yang setengah masak, kulit biji buahnya tipis, lembek dan berwarna kuning inti biji (endosperm) berwarna putih agak bening dan lembek, endosperm inilah yang diolah menjadi kolang-kaling.
Adapun cara untuk membuat kolang-kaling :

  1.  Membakar buah aren dengan tujuan agar kulit luar dari biji dan lender yang menyebabkan rasa gatal pada kulit dapat dihilangkan. Biji-biji yang hangus, dibersihkan dengan air sampai dihasilkan inti biji yang bersih.
  2.  Merebus buah aren dalam belanga/kuali sampai mendidih selam 1-2 jam. Dengan merebus buah aren ini, kulit biji menjadi lembek dan memudahkan untuk melepas/memisahkan dengan inti biji. Inti biji ini dicuci berulang-ulang sehingga menghasilkan kolang-kaling yang bersih.
  3. Untuk menghasilkan kolang-kaling yang baik  (bersih dan kenyal) inti biji yang sudah dicuci diendapkan dalam air kapur selama 2 – 3 hari. Setelah direndam dalam air kapur, maka kolang-kaling yang terapung inilah yang siap untuk dipasarkan.

9.          Budidaya dan Analisa pendapatan Gula Aren

Prospek emas si pohon Aren sebenarnya sudah diperkenalkan oleh Kanjeng Sunan Bonang, seorang waliyulloh penyebar Agama Islam di Pulau Jawa. Konon beliau waktu itu dirampok/ dibegal oleh berandal Lokajaya yang menginginkan harta dari Kanjeng Sunan Bonang.
Singkatnya menurut alkisah, beliau menunjuk pada pohon Aren dan mengatakan bahwa kalau ingin harta banyak lihatlah pohon Aren itu. Maka berandal Lokajaya itu melihat emas di pohon Aren tersebut. Buahnya laksana emas yang bergelantungan.
Emas adalah lambang kemakmuran dan kesejahteraan, bahkan lambang kemewahan. Ternyata baru awal tahun 2000-an ini para ahli bangsa Indonesia baru menyadari isyarat tersembunyi atau rahasia emas si pohon Aren. Kanjeng Sunan memang tidak menjelaskan secara jelas, namun kiranya Tuhan Yang Maha Latif mengajarkannya melalui ilmunya seorang Wali yaitu Kanjeng Sunan Bonang kepada berandal Loka Jaya.
Ternyata emas itu berasal dari Nira Aren yang keluar dari hasil sadapan tangkai bunga, baik dari tangkai bunga betina maupun tangkai bunga jantan. Pohon yang sudah maksimal pertumbuhan vegetatifnya (sekitar umur 6 tahun kalau tumbuh liar atau alami) akan mengeluarkan bunga betina sampai dengan 6, 8 atau 12 tandan bunga betina. Ada juga pohon Aren yang tidak pernah mengeluarkan tandan bunga betina, namun langsung dari awal masa generatifnya hanya tandan bunga jantan saja sampai akhir.
Tandan bunga pertama muncul dari bagian paling atas pohon kemudian tandan berikutnya muncul dari ketiak pelepah daun yang berada di bawahnya. Tandan bunga selanjutnya muncul terus menerus bergantian dari atas menuju ke bawah sampai pada bekas ketiak pelepah daun terbawah.
Dari seorang petani aren yaitu Bapak Sarman di Mambunut Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, diketahui bahwa ternyata tandan bunga betina yang biasanya mengeluarkan buah kolang-kaling, bisa disadap air niranya. Bahkan hasil nira dari tandan bunga betina ini hasil sadapannya mencapai 40 liter Nira setiap hari per pohon. Setiap hari dilakukan dua kali sadap, yaitu pagi sekitar jam 7.00 dan sore sekitar jam 17.00. Hasil sadapan pagi biasanya lebih banyak dari pada yang sore hari. Keluarnya nira yang paling deras terjadi pada waktu sekitar jam 03.00 s/d jam 04.00 dini hari. Dia mengilustrasikannya, bahwa seperti manusia kalau dia kedinginan keringatnya kurang tapi kencingnya yang banyak.
Seandainya pohon aren ini dikebunkan seperti sang pendatang dari Brazil, yaitu Kelapa Sawit, dengan bibit yang unggul, pemeliharaan yang intensif, pemupukan yang cukup, pengelolaan menejemen kebun yang memadai. Tentu hasilnya akan lebih baik dari pada yang sekarang ini dihasilkan dari pohon yang alami bahkan yang tumbuh liar dengan jarak yang tidak beraturan.

  • Perhitungan produksi gula aren per hari :
  • 1 Ha = 250 Pohon aren
  • 1 Pohon aren = 10 liter nira 
  • 100 Pohon / hari = 1.000 liter nira
  • Produksi gula merah (gula aren) / Kg = (24% x Volume Air Nira)
  • Produksi gula aren per hari = 24% x 1.000 liter = 240 Kg
  • Harga Jual Petani Rp5.000/Kg
  • Pendapatan kotor petani per hari = 240 x Rp5.000 = Rp1.200.000 / hari

Perhitungan Laba-Rugi Produksi Gula Aren per Hari.

  • Pendapatan                                                                                      Rp1.200.000       
  • Bahan baku & bahan penolong                  Rp100.000
  • Upah penyadap 4 orang @ Rp30.000     = Rp120.000
  • Upah pengolah  3 orang @ Rp40.000     = Rp120.000
  • Kemasan                                                     Rp100.000
  • Transport (Rp50.000/100Kg)                     Rp120.000 +
  • Total Biaya Produksi                                                                       Rp560.000-                        
  • Laba / Keuntungan                                                                          Rp640.000      
Berdasarkan perhitungan di atas dapat kita ketahui bahwa dari setiap hektar kebun yang ditanami 250 pohon aren (nira), memiliki potensi untuk menghasilkan pendapatan bersih para petani sebesar Rp640.000 per harinya.
Tentu pendapatan itu masih dikurangi dengan biaya tenaga sadap sebanyak 3-5 orang, tenaga pengolah gula 1-2 orang. Berarti setiap hektarnya kebun sudah menyerap tenaga kerja antara 4-7 orang, memberi pendapatan kepada petani pemilik yang demikian besar.
Dari illustrasi diatas memberi gambaran bahwa potensi produksi gula aren sangat menjanjikan  kesejahteraan bagi masyarakat. Bukankah ini yang dimaksud dengan kemakmuran, yaitu petani dengan pendapatan tinggi, tidak ada lagi pengangguran, roda ekonomi di pedesaan akan berjalan lagi , artinya prospek emas dari pohon Aren itu akan menjadi kemakmuran dan kesejahteraan bagi penduduk negeri, seperti isyarat sang Waliulloh Kanjeng Sunan Bonang.

Semoga Proposal ini dapat menjadi media sedekah Anda dan menjadi jalan kebaikan bagi sebanyak-banyak orang. 

Laporan Penerimaan Dana Sedekah Pohon Enau dapat di lihat di link berikut ini




Sumber:  http://software-komputer.blogspot.com/2008/07/budidaya-aren-jual-benih-aren.html


Testimoni Pengunjung